Sejarah dan Makna Pemugaran Masjid Agung Bangkalan
Sejarah | dibaca : 557 kali
Ditayangkan: 12-03-2011 | oleh : Lontar Madura | Kategori:
Konon dalam ungkapan cerita
para sesepuh yang sudah merakyat bahwa Sultan R. Abd. Kadirun selain
terkenal sebagai Sultan yang digdaya, juga dikenal sebagai Sultan yang
soleh dan alim dalam ilmu agama.
Sejarah Masjid Agung Bangkalan
Pembangunan Masjid Agung Kota
Bangkalan merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan sejarah awal
perpindahan pusat pemerintahan kerajaan di Madura, karena sejak
ditangkapnya dan dibuangnya Pangeran Tjakraadiningrat ke IV (memerintah
tahun 1718 sampai dengan 1745) yang disebut Sidingkap (asal kata
Sido-Ing-Kaap) oleh Belanda (Kaap de Goede Hoop/Afrika), yang semula
didesa Sembilangan dipindahkan ke Desa Kraton Bangkalan (tahun 1717)
dengan diawali 3 bangunan utama yang terdiri dari :
- Bangunan Kraton (sebolah timer)
- Bangunan Paseban (di tengah)
- Bangunan tempat ibadah/masjid (sebelah barat)
Adapun penggantinya adalah Pangeran
Adipati Setjoadiningrat dengan gelar Panembahan Tjakraadiningrat Ke V
yang kemudian setelah watat disebut Pangeran Sidomukti (asal kata
Sido-ing-mukti) yang memerintah tahun 1745 sampai 1770 dan dikebumikan
di Aermata, Arosbaya. Pada masa pemerintahannya (tahun 1774) Kraton
dipindahkan ke Bangkalan.
Pangeran Sidomukti mempunyai putra
R. Abd. Djamil, menjadi Bupati Sedayu dengan gelar R. Tumenggung Ario
Suroadiningrat dan wafat mendahului Pangeran Sidomukti dengan
meninggalkan istri yang sedang hamil 7 bulan dan setelah lahir diberi
nama R. Tumenggung Mangkuadiningrat dan bergelar Tjakraadiningrat VI
(PanembahanTengah) wafat tahun 1780 dimakamkan di Aermata, Arosbaya.
Setelah Tjakraadiningrat VI wafat
diganti Saudara ayahnya yang bernama R. Abdurrahman atau R. Tawangalun
alias R. Tumenggung Ario Suroadiningrat atau Panembahan Adipati
Tjakraadiningrat VII (memerintah tahun 1780 sarnpai dengan 1815) yang
kemudian dikenal sebagai Sultan Bangkalan I. Masjid waktu itu masih
khusus untuk keluarga kraton.
Mulai Tjakraadiningrat ke VII
pemerintahan berupa kesultanan dan penggantinya Sultan R. Abd. Kadirun
(Sultan Bangkalan ke II) memerintah tahun 1847. Dalam kurun pemerintahan
Sultan R. Abd. Kadirun, tepatnya pada hari Jum’at Kliwon tanggal 14
Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah Sholat Jum’at, tiang
agung dipancangkan (pemugaran yan pertama) dengan ukuran 30 m x 30 m,
dan waktu itu diresmikan sebagai wakaf/dijadikan Masjid Umum (Jami).
Para sesepuh Bangkalan menyatakan
bahwa Masjid Jami’ Kota Bangkalan dibina oleh Panembahan Sidomukti dan
diwakafkan oleh Sultan R. Abd. Kadirun yang wafat pada tanggal 11 safar
1236 H (tahun 1847) dimakamkan di kompleks tanah Masjid/dibelakang
Masjid yang disebut Cungkup. Sedang tulisan (kaligrafi) yang tertera
disekeliling Masjid ditulis oleh R. Moh. Zaid yang kemudian diberi gelar
Raden Mas Kayadji.
Pemugaran Masjid Agung Bangkalan
Dalam pemugaran Masjid Jami’
tersebut berkembang cerita bahwa sewaktu Sultan berkenan hendak
meluaskan dan membangun Masjid yang agung dan berwibawa, beliau
memerintahkan untuk mencari kayu jati 4 batang yang besar dan tingginya
sama untuk tiang agung dan ternyata hanya memperoleh 3 batang, sedang
yang satu batang besarnya sama namun tingginya kurang dan kurang lurus,
sedang waktu untuk mencari sudah tidak ada lagi.
Dalam keadaan yang demikian, maka
tampillah seorang Ulama yang bernama K. Nalaguna (makamnya dikampung
Barat Tambak Desa Pejagan Bangkalan) yang kemudian dikenal sebagai Empu
Bajraguna (ahli membuat senjata/keris) yang bersedia untuk mengusahakan
agar kayu tersebut dimandikan dan dibungkus dengan kain putih dan
dikirap keliling kota, dan setelah dikirap kain pembungkusnya dibuka,
ternyata berkat karomah Ulama tersebut kayu itu sama tinggi dan
besarnya, sehingga tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kayu tersebut
dipancangkan disebelah muka bagian utara yang kemudian tiang tersebut
diambil dari Arosbaya tanpa menggunakan alat pengangkut (transport),
cukup dengan gotong royong masyarakat dengan cara sambung menyambung
(bahasa madura Lorsolor).
Terhitung tanggal 1 Nopember 1885
status pemerintahan berubah menjadi Kadipaten, dan Bupati yang pertama
adalah R. Moh. Hasyim dengan gelar Pangeran Suryonegoro. Adalah atas
prakarsanya pada tahun 1899-1900 Masjid dipugar yang II bagian atap,
penutupan kolam dimuka yang bentuknya disesuaikan dengan kondisi waktu
itu termasuktatanan bangunan sekitarnya (sebelah Selatan di bangun rumah
Penghulu dan sebelah Utara rumah Hoofd Penghulu). Dalam pemugaran yang
ke II ini sempat ada korban yaitu arsiteknya (orang Tionghoa) meninggal
disambar petir diatas Masjid.
Tahun 1950 akibat adanya gempa bumi
Masjid mengalami rusak berat terutama bagian muka (serambi) dan dipugar
ke III oleh Bupati Sis Tjakraningrat.
Kemudian mulai tahun 1965 karena
Masjid tersebut sudah tidak bisa menampung jemaahnya, terutama pada
waktu sholat Jum’at dan sholat led, mulai timbal rencana perluasan dan
dibentuklah Panitia yang terdiri dari beberapa unsur organisasi massa
dengan nama Panitia Besar Pembangunan Masjid Jami’ Kota Bangkalan. Namun
Panitia tersebut sampai beberapa lama tidak menampakkan ujud hasilnya.
Sewaktu kepemimpinan Bupati HJ.
Sujaki diambil kebijaksanaan, Panitia tersebut dirombak dengan susunan
Panitia ini secara Instansional terkait dengan nama Panitia
Pembangunan/Perluasan Masjid Jami’ Kota Bangkalan (SK Bupati KDH Tingkat
II Bangkalan). Menjelang akhir kepemimpinan HJ. Sujaki, Rencana Gambar
selesai yang didesign oleh ITS Surabaya.
Hari Jum’at sesudah sholat tanggal
16 Syahban 1401 H atau tanggal 19 Juni 1981 atas kebijaksanaan PJ.
Bupati Soelarto, Pembangunan/Perluasan Masjid terus dimulai dan
dilaksanakan dengan sistem bertahap (dibagi 5 tahapan).
Kemudian dalam kepemimpinan Bupati
Drs. Soemarwoto, mengingat pemasukan dana yang lamban dan juga adanya
kondisi tanah dan lingkungan pembuangan air sekitarnya, maka gambar
(design) direvisi vaitu : Tempat wudlu yang semula dibawah lantai
dipindah ke samping dengan bangunan tersendiri, dengan pertimbangan
pembuangan air sulit tersalurkan karena kenyataannya selokan pembuangan
lebih tinggi dari tempat wudlu tersebut.
Bagian muka yang seluruhnya
berlantai dua (kelder) untuk menghemat biaya hanya samping kanan – kiri
yang berlantai dua, sedang di tengah dibangun joglo.
Demikian juga setelah awal
kepemimpinan Bupati Abd. Kadir melanjutkan menyelesaikan tahapan ke IV
dan pada hari Jum’at 12 Jumadil Akhir 1409 H tanggal 20 Januari 1989
memulai pekerjaan tahap ke V dengan mengerjakan Wing sebelah Selatan
atau kanan.
Dalam pengumpulan dana juga
mengalami hal yang sama sehingga pekerjaan tersendat-sendat dan akhirnya
dicari terobosan dengan memberikan mandat penuh kepada Drs. H. Hoesein
Soeropranoto/ketua kehormatan Yayasan Ta’mirul Masjid Jami’ Kota
Bangkalan ini (sesuai dengan keputusan Rapat antar Bupati, Panitia
Pembangunan dan Yayasan Ta’mirul Masjid tanggal 12 Agustus 1990 di
kantor PT. Imaco Surabaya/PT. Rajawali Nusantara Indonesia).
Selanjutnya gambar “maket” dari
pemugaran Masjid tersebut disyahkan oleh Bupati Bangkalan (Abd. Kadir)
para Ulama yang diwakili oleh Ketua Yayasan (KH. Loethfi Madani) sesepuh
masyarakat Bangkalan (R. Pd. Muhammad Noer dan RP. Mahmoed
Sosrodiputro) dan Badan Pelaksana Yayasan Pendidikan Kyai Lemah Duwur
MKGR Bangkalan, Drs. Marie Muhammad dan Drs. H. Hoesein Soeropranoto.
Sedang pekerjaan pemugaran mulai dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1990
dan dapat diselesaikan ddlam waktu 2 bulan lebih cepat dari yang
direncanakan selama 9 bulan.
Seiring berputarnya waktu, sampai
pada Pemerintahan Bupati RKH. Fuad Amin, Masjid Agung direhab lagi,
setelah dua menara kembar selesai dibangun, baru-baru ini fisik dari
Masjid Agung direhab baik interior maupun Bangunan Masjid Agung karena
kayu-kayu diatas / kubah sudah mengkhawatirkan sehingga perlu diganti,
tetapi semuanya tidak mengurangi nilai keaslian dari Masjid itu sendiri.
Makna dari pemugaran ini adalah
untuk melestarikan bangunan bersejarah dan merupakan partisipasi nyata
dari generasi penerus yang mempunyai rasa tangung jawab didalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat muslim yang menganggap Masjid Agung
Bangkalan sebagai kebanggaan dan pusat orientasi kota yang warganya
mayoritas muslim. (Bangkalan Memory)